Wednesday, April 6, 2016

MAKHLUK TERKECIL YANG MEMPUNYAI KEMAMPUAN DILUAR BATAS


Oleh Dr. Hanny Rono

Pada tahun 2013 sebuah tim gabungan peneliti yang dipimpin Nora Noffke menemukan fosil bakteri pada sedimen batu di distrik Pilbara Australia yang diklaim sebagai fosil bakteri tertua yang pernah ditemukan berdasarkan perhitungan jejak karbon berusia mendekati 3,5 miliar tahun, yang berarti bakteri sudah ada 1 miliar tahun sejak bumi terbentuk, jauh sebelum ada oksigen di muka bumi.

Penemuan ini mengungkapkan daya tahan dan kemampuan bertahan hidup yang sangat tinggi dari sebuah mikroorganisme kasat mata. Kapabilitas super hebat ini tentunya dibekali oleh keahlian dan kecerdasan intelejensia super yang ada di dalam tubuh mereka. Beberapa penelitian sudah membuktikan eksistensi kecerdasan intelenjensia dari bakteri ini, di antaranya:

KEMAMPUAN ADAPTASI SUPER FLEKSIBEL

Hasil studi tahun 2013 oleh Michael Y. Pavlov dan Mans Ehrenberg dari Uppsala Universitet, Swedia, mengungkapkan bakteri punya kemampuan adaptasi yang tinggi dan cepat dengan perubahan lingkungan di sekitarnya baik perbedaan komposisi ketersediaan nutrisi yang ada di sekitarnya ataupun lingkungan hidupnya yang berubah secara ekstrim drastis.

Studi ini menyebutkan, bakteri punya kemampuan untuk menyesuaikan kadar enzim protein di tubuhnya dengan kondisi nutrisi di sekitarnya dengan cepat. Oleh karena itu tidaklah aneh bila kita akan menemukan ada bakteri yang mampu hidup di lingkungan yang bersuhu yang panas seperti kawah gunung atau kutub terdingin sekalipun.

KEMAMPUAN DESAIN ULANG DNA SECARA MANDIRI

Hasil studi tahun 2014 oleh tim peneliti dari Monash University, AS, menemukan perilaku bakteri mengubah struktur DNA diri mereka sendiri untuk menghindari kematian karena dehidrasi ketika menghadapi perubahan lingkungan yang ekstrim.

Bahkan mereka mampu untuk “menghindar” dari deteksi sistem imun tubuh dengan mengubah cara struktur protein dalam tubuhnya sendiri. Ketika seseorang terkena infeksi, protein tertentu yang dinamakan antigen biasanya mengeluarkan sinyal peringatan kepada sistem imun tubuh untuk segera menghancurkan infeksi tersebut.

Hasil penelitian tahun 2014 oleh Daniel A. Fox dari University of Virginia, AS. Penelitian ini menyebutkan bakteri Neisseria meningitidis penyebab penyakit meningitis dan sepupunya, Neisseria gonorrhoeae, penyebab penyakit gonorrhea, diketahui mampu menghindari deteksi antigen dalam sistem imun tubuh kita. Bahkan salah satu varian dari bakteri Neisseria gonorrhoeae sudah mencapai status “Superbugs” yang menjadi tahan terhadap obat.

KEMAMPUAN BERTAHAN DARI ANTIBIOTIK

Tahun 2013 tim peneliti dari Hebrew University yang dipimpin oleh Gadi Glaser dan Nathalie Balaban, menyingkap bukti mekanisme beberapa jenis bakteri yang tahan banting (persistent bacteria) dari serangan antibiotik.

Ketika antibiotik diberikan kepada bakteri-bakteri ini, tubuh mereka mengeluarkan Toxin HipA yang diinterpretasikan sebagai “sinyal fase kelaparan”, sinyal tersebut memicu bakteri untuk melakukan semacam hibernasi atau mati suri. Kondisi terus berlangsung hingga pengobatan antibiotik berangsur-angsur hilang atau selesai, setelah itu mereka pun bangkit kembali untuk melanjutkan aktivitas berbahayanya.

Penemuan mengejutkan lainnya terjadi pula dalam penelitian yang dilakukan oleh Kristoffer S. Winther dari Aarhus University, Denmark, pada tahun 2013, yang menyebutkan ketika pengobatan antibiotik diberikan pada bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, mereka merespon dengan menghasilkan toxin VapC20 yang selintas seperti aksi bunuh diri.

Toxin ini menyebabkan rusaknya pabrik protein Ribosom dalam tubuh mereka, kondisi ini menyebabkan antibiotik tidak mampu menyerang bakteri ini karena kondisi Ribosom yang sudah rusak. Segera setelah antibiotik hilang, bakteri ini pun dengan pintar memproduksi kembali Ribosomnya untuk kembali beraktivitas.

FITUR JAM BIOLOGIS DALAM TUBUH BAKTERI

Bagaimana bisa bakteri mengatur waktu siklus hidupnya dalam bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan ekstrim mereka, jawabannya ada pada jam biologis dalam tubuh mereka.

Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam penelitian pada tahun 2014 oleh Ofer Fridman dari Hebrew University of Jerusalem, bahwa bakteri-bakteri mampu berevolusi dalam sehari bahkan hitungan jam ketika dihadapkan pada serangan antibiotik. Saat antibiotik diberikan setiap 3, 5 dan 8 jam, pada masing-masing populasi bakteri, irama evolusi mereka pun mengikuti periode pemberian antiobiotik tersebut.

PENTINGNYA BELAJAR DARI BAKTERI

Fenomena super bakteri ini setidaknya dapat menjelaskan beberapa hal kepada kita:
• Bahwa penyakit baru akan selalu ada setiap waktu di setiap jamannya, sehingga penting untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw bahwa bersih itu ibadah;
• Dapatlah dimengerti mengapa usia manusia semakin menyusut dari 900 tahun hingga rata-rata hidup 60 tahun, oleh karena itu kita sebagai umat akhir jaman harus bisa menjadi insan yang bisa berprestasi setaraf dengan insan yang hidup 900 tahun beribadah;
• Salah satu kunci penting keberhasilan bakteri adalah “BERPUASA”, yang dengan puasa tersebut, mereka bisa bersabar untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Inilah bukti mikro manfaat berpuasa bagi tubuh;
• Kunci sukses lainnya dari bakteri adalah “BELAJAR”, yang dengan selalu belajar tersebut, mereka selalu sukses beradaptasi dengan berbagai macam kondisi lingkungan. Inilah bukti pentingnya bagi kita untuk terus belajar hingga ke liang kubur.

SUMBER:
• Nora Noffke, Daniel Christian, David Wacey, Robert M. Hazen. Microbially Induced Sedimentary Structures Recording an Ancient Ecosystem in theca.3.48 Billion-Year-Old Dresser Formation, Pilbara, Western Australia. Astrobiology, 2013. http://goo.gl/cwH4VZ
• Pavlov, M.Y & Ehrenberg, M. Optimal control of gene expression for fast proteome adaptation to environmental change. PNAS, December 2013. http://goo.gl/YrI3eY
• Monash University . 2014. ‘Clever’ DNA may help bacteria survive. http://goo.gl/YhRI5b
• Daniel A. Fox, Per Larsson, Ryan H. Lo, Brett M. Kroncke, Peter M. Kasson, Linda Columbus. Structure of the Neisserial Outer Membrane Protein Opa60: Loop Flexibility Essential to Receptor Recognition and Bacterial Engulfment. Journal of the American Chemical Society, 2014. http://goo.gl/eHwWxM
• Hebrew University of Jerusalem. 2013. Researchers have breakthrough on how persistent bacteria avoid antibiotics. http://goo.gl/qXUTrO
• Kristoffer S. Winther, Ditlev E. Brodersen, Alistair K. Brown, Kenn Gerdes. VapC20 of Mycobacterium tuberculosis cleaves the Sarcin–Ricin loop of 23S rRNA. Nature Communications, 2013. http://goo.gl/5Vgp8I
• Ofer Fridman, Amir Goldberg, Irine Ronin, Noam Shoresh, Nathalie Q. Balaban. Optimization of lag time underlies antibiotic tolerance in evolved bacterial populations. Nature, 2014. http://goo.gl/AC6IlO
• Image courtesy by NIH/NIAID

No comments:

Post a Comment